As-Sunnah, Wahyu Kedua Setelah Al-Qur`an

Labels:
Pengertian As-Sunnah

Yang dimaksud As-Sunnah di sini adalah Sunnah Nabi, yaitu

segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Muhammad berupa perkataan, perbuatan,

atau persetujuannya (terhadap perkataan atau perbuatan para sahabatnya) yang

ditujukan sebagai syari’at bagi umat ini. Termasuk didalamnya apa saja yang

hukumnya wajib dan sunnah sebagaimana yang menjadi pengertian umum menurut ahli

hadits
. Juga ‘segala apa yang dianjurkan yang tidak sampai pada derajat

wajib’
yang menjadi istilah ahli fikih (Lihat Al-Hadits Hujjatun bi

Nafsihi fil Aqaid wa al Ahkam karya As-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani,

hal. 11).








As-Sunnah atau Al-Hadits merupakan wahyu kedua setelah Al-Qur’an sebagaimana

disebutkan dalam sabda Rasulullah :



“Ketahuilah, sesungguhnya aku diberi Al-Qur`an dan (sesuatu) yang serupa

dengannya.” -yakni As-Sunnah-, (H.R. Abu Dawud no.4604 dan yang lainnya dengan

sanad yang shahih, juga diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam al-Musnad IV/130)
Para ulama juga menafsirkan firman Allah :



“…dan supaya mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah” (Al BAqarah

ayat 129)
Al-Hikmah dalam ayat tersebut adalah As-Sunnah seperti

diterangkan oleh Imam As-Syafi`i, “Setiap kata al-hikmah dalam Al-Qur`an

yang dimaksud adalah As-Sunnah.” Demikian pula yang ditafsirkan oleh para ulama

yang lain. ( Al-Madkhal Li Dirasah Al Aqidah Al-Islamiyah hal. 24)
As-Sunnah Terjaga Sampai Hari Kiamat



Diantara pengetahuan yang sangat penting, namun banyak orang melalaikannya,

yaitu bahwa As-Sunnah termasuk dalam kata ‘Adz-Dzikr’ yang termaktub

dalam firman Allah Al-Qur`an surat al-Hijr ayat 9, yang terjaga dari kepunahan

dan ketercampuran dengan selainnya, sehingga dapat dibedakan mana yang

benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Tidak seperti yang di sangka oleh

sebagian kelompok sesat, seperti Qadianiyah (Kelompok pengikut Mirza Ghulam

Ahmad al-Qadiani yang mengaku sebagai nabi, yang muncul di negeri India pada

masa penjajahan Inggris) dan Qur`aniyun (Kelompok yang mengingkari As-Sunnah,

dan hanya berpegang pada Al-Qur’an), yang hanya mengimani (meyakini) Al-Qur`an

namun menolak As-Sunnah. Mereka beranggapan salah (dari sini nampak sekali

kebodohan mereka akan Al Qur’an, seandainya mereka benar-benar mengimani Al

Qur’an sudah pasti mereka akan mengimani As-Sunnah, karena betapa banyak ayat Al

Qur’an yang memerintahkan untuk mentaati Rasulullah yang sudah barang tentu

menunjukkan perintah untuk mengikuti As-Sunnah) tatkala mengatakan bahwa

As-Sunnah telah tercampur dengan kedustaan manusia; tidak lagi bisa dibedakan

mana yang benar-benar As-Sunnah dan mana yang bukan. Sehingga, mereka menyangka,

setelah wafatnya Rasulullah , kaum muslimin tidak mungkin lagi mengambil faedah

dan merujuk kepada as-Sunnah.( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi Al Aqaid wal

Ahkam hal. 16)
Dalil-dalil yang Menunjukkan Terpeliharanya

As-Sunnah:
Pertama:



Firman Allah:



إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ

وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ





“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Adz-Dzikr, dan sesungguhnya Kami

benar-benar memeliharanya.” (Q.S. Al-Hijr:9)




Adz-Dzikr dalam ayat ini mencakup Al-Qur’an dan –bila diteliti dengan cermat-

mencakup pula As-Sunnah.
Sangat jelas dan tidak diragukan lagi bahwa seluruh sabda

Rasulullah yang berkaitan dengan agama adalah wahyu dari Allah sebagaimana

disebutkan dalam firman-Nya:



“Dan tiadalah yang diucapkannya (Muhammad) itu menurut kemauan hawa

nafsunya.” (Q.S. An-Najm:3)




Tidak ada perselisihan sedikit pun di kalangan para ahli bahasa atau ahli

syariat bahwa setiap wahyu yang diturunkan oleh Allah merupakan Adz-Dzikr.

Dengan demikian, sudah pasti bahwa yang namanya wahyu seluruhnya berada dalam

penjagaan Allah; dan termasuk di dalamnya As-Sunnah.
Segala apa yang telah dijamin oleh Allah untuk dijaga, tidak

akan punah dan tidak akan terjadi penyelewengan sedikitpun. Bila ada sedikit

saja penyelewengan, niscaya akan dijelaskan kebatilan penyelewengan tersebut

sebagai konsekuensi dari penjagaan Allah. Karena seandainya penyelewengan itu

terjadi sementara tidak ada penjelasan akan kebatilannya, hal itu menunjukkan

ketidak akuratan firman Allah yang telah menyebutkan jaminan penjagaan. Tentu

saja yang seperti ini tidak akan terbetik sedikitpun pada benak seorang muslim

yang berakal sehat.
Jadi, kesimpulannya adalah bahwa agama yang dibawa oleh

Muhammad ini pasti terjaga. Allah sendirilah yang bertanggung jawab menjaganya;

dan itu akan terus berlangsung hingga akhir kehidupan dunia ini ( Al-Hadits

Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin

Al-Albani hal. 16-17)
Kedua:



Allah menjadikan Muhammad sebagai penutup para nabi dan rasul, serta menjadikan

syari’at yang dibawanya sebagai syari’at penutup. Allah memerintahkan kepada

seluruh manusia untuk beriman dan mengikuti syari’at yang dibawa oleh Muhammad

sampai Hari Kiamat, yang hal ini secara otomatis menghapus seluruh syari’at

selainnya. Dan adanya perintah Allah untuk menyampaikannya kepada seluruh

manusia, menjadikan syariat agama Muhammad tetap abadi dan terjaga. Adalah suatu

kemustahilan, Allah membebani hamba-hamba-Nya untuk mengikuti sebuah syari’at

yang bisa punah. Sudah kita maklumi bahwa dua sumber utama syari’at Islam adalah

Al-Qur`an dan As-Sunnah. Maka bila Al-Qur’an telah dijamin keabadiannya, tentu

As-Sunnah pun demikian ( Al-Hadits Hujjatun bi Nafsihi fi al Aqaid wa Al

Ahkam, karya Muhammad Nashiruddin Al-Albani hal. 19-20)
Ketiga:



Seorang yang memperhatikan perjalanan umat Islam, niscaya ia akan menemukan

bukti adanya penjagaan As-Sunnah. Diantaranya sebagai berikut (Al Madkhal li Ad

Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah, hal. 25):
(a) Perintah Nabi kepada para sahabatnya agar menjalankan

As-Sunnah.
(b) Semangat para sahabat dalam menyampaikan As-Sunnah.
(c) Semangat para ulama di setiap zaman dalam mengumpulkan

As-Sunnah dan menelitinya sebelum mereka menerimanya.
(d) Penelitian para ulama terhadap para periwayat As-Sunnah.
(e) Dibukukannya Ilmu Al Jarh wa At Ta’dil.( Ilmu yang

membahas penilaian para ahli hadits terhadap para periwayat hadits, baik

berkaitan dengan pujian maupun celaan, Pen.)
(f) Dikumpulkannya hadits–hadits yang cacat, lalu dibahas

sebab-sebab cacatnya.
(g) Pembukuan hadits-hadits dan pemisahan antara yang

diterima dan yang ditolak.
(h) Pembukuan biografi para periwayat hadits secara lengkap.
Wajib merujuk kepada As-Sunnah dan haram

menyelisihinya




Pembaca yang budiman, sudah menjadi kesepakatan seluruh kaum muslimin pada

generasi awal, bahwa As-Sunnah merupakan sumber kedua dalam syari’at Islam di

semua sisi kehidupan manusia, baik dalam perkara ghaib yang berupa aqidah dan

keyakinan, maupun dalam urusan hukum, politik, pendidikan dan lainnya. Tidak

boleh seorang pun melawan As-Sunnah dengan pendapat, ijtihad maupun qiyas. Imam

Syafi’i rahimahullah di akhir kitabnya, Ar-Risalah berkata, “Tidak halal

menggunakan qiyas tatkala ada hadits (shahih).”
Kaidah Ushul menyatakan,

“Apabila ada hadits (shahih) maka gugurlah pendapat”, dan juga kaidah

“Tidak ada ijtihad apabila ada nash yang (shahih)”. Dan

perkataan-perkataan di atas jelas bersandar kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Perintah Al-Qur`an agar berhukum dengan As-Sunnah



Di dalam Al-Qur’an banyak ayat-ayat yang memerintahkan kita untuk berhukum

dengan As-Sunnah, diantaranya:
1. Firman Allah :



“Dan tidaklah patut bagi laki-laki maupun perempuan mu’min, apabila Allah

dan Rasul-Nya menetapkan suatu ketetapan dalam urusan mereka, mereka memilih

pilihan lain. Barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, sungguh, dia telah

nyata-nyata sesat.” (Q.S. Al Ahzab: 36)
2. Firman Allah :



“Wahai orang-orang beriman, janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya

dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha

Mengetahui.” (QS. 49:1)
3. Firman Allah :



“Katakanlah, ‘Taatilah Allah dan Rasul-Nya! Jika kamu berpaling, maka

sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang kafir.” (Q.S. Ali Imran: 32)
4. Firman Allah :



“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya; janganlah kamu berbantah-bantahan,

karena akan menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan

bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” (Q.S. Al Anfal:

46)
5. Firman Allah :



“Barangsiapa mentaati Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke

dalam surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai, sedang ia kekal di

dalamnya; dan itulah kemenangan yang besar. Dan barangsiapa mendurhakai Allah

dan rasul-Nya dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkannya

ke dalam api neraka sedang ia kekal di dalamnya dan mendapatkan siksa yang

menghinakan.” (Q.S. An Nisa’: 13-14)
Hadits-hadits yang memerintahkan agar mengikuti Nabi

dalam segala hal
diantaranya:
1. Abu Hurairah

mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:



“Setiap umatku akan masuk Surga, kecuali orang yang engan,” Para sahabat

bertanya, ‘Ya Rasulallah, siapakah orang yang enggan itu?’ Rasulullah menjawab,

“Barangsiapa mentaatiku akan masuk Surga dan barangsiapa yang mendurhakaiku

dialah yang enggan”. (HR.Bukhari dalam kitab al-I’tisham) (Hadits no. 6851).
2. Abu Rafi’

mengatakan bahwa Rasulullah bersabda :



“Sungguh, akan aku dapati salah seorang dari kalian bertelekan di atas

sofanya, yang apabila sampai kepadanya hal-hal yang aku perintahkan atau aku

larang dia berkata, ‘Saya tidak tahu. Apa yang ada dalam Al-Qur`an itulah yang

akan kami ikuti”, (HR Imam Ahmad VI/8 , Abu Dawud (no. 4605), Tirmidzi (no.

2663), Ibnu Majah (no. 12), At-Thahawi IV/209).
3. Abu Hurairah

mengatakan bahwa Rasulullah bersabda:



“Aku tinggalkan dua perkara untuk kalian. Selama kalian berpegang teguh

dengan keduanya tidak akan tersesat selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan

Sunnahku. Dan tidak akan terpisah keduanya sampai keduanya mendatangiku di haudh

(Sebuah telaga di surga, Pen.).” (HR. Imam Malik secara
mursal

(Tidak menyebutkan perawi sahabat dalam sanad) Al-Hakim secara

musnad (Sanadnya bersambung dan sampai kepada

Rasulullah ) – dan ia menshahihkannya-) Imam Malik dalam al-Muwaththa’ (no.

1594), dan Al-HakimAl Hakim dalam al-Mustadrak (I/172).
Kesimpulan :



1. Tidak ada perbedaan antara hukum Allah dan hukum Rasul-Nya, sehingga tidak

diperbolehkan kaum muslimin menyelisihi salah satu dari keduanya. Durhaka kepada

Rasulullah berarti durhaka pula kepada Allah, dan hal itu merupakan kesesatan

yang nyata.



2. Larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Rasulullah sebagaimana kerasnya

larangan mendahului (lancang) terhadap hukum Allah.



3. Sikap berpaling dari mentaati Rasulullah merupakan kebiasaan orang-orang

kafir.



4. Sikap rela/ridha terhadap perselisihan, -dengan tidak mau mengembalikan

penyelesaiannya kepada As-Sunnah- merupakan salah satu sebab utama yang

meruntuhkan semangat juang kaum muslimin, dan memusnahkan daya kekuatan mereka.



5. Taat kepada Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang ke dalam Surga;

sedangkan durhaka dan melanggar batasan-batasan (hukum) yang ditetapkan oleh

Nabi merupakan sebab yang memasukkan seseorang kedalam Neraka dan memperoleh

adzab yang menghinakan.



6. Sesungguhnya Al-Qur`an membutuhkan As-Sunnah (karena ia sebagai penjelas

Al-Qur’an); bahkan As-Sunnah itu sama seperti Al-Qur`an dari sisi wajib ditaati

dan diikuti. Barangsiapa tidak menjadikannya sebagai sumber hukum berarti telah

menyimpang dari tuntunan Rasulullah



7. Berpegang teguh kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah akan menjaga kita dari

penyelewengan dan kesesatan. Karena, hukum-hukum yang ada di dalamnya berlaku

sampai hari kiamat. Maka tidak boleh membedakan keduanya.
Referensi:



1. Al-Hadits Hujjatun bi nafsihi fil Aqaid wa Al Ahkam, karya as-Syaikh

Muhammad Nashiruddin Al-Albani, cet. III/1400 H, Ad-Dar As-Salafiyah, Kuwait.




2. Al-Madkhal li Ad Dirasah Al Aqidah Al Islamiyah ‘ala Madzhab Ahli As

Sunnah, karya Dr. Ibrahim bin Muhammad Al-Buraikan, penerbit Dar As-Sunnah, cet.

III.
Wallahu A’lam .
Diambil dari Majalah Fatawa
As-Sunnah, Wahyu Kedua Setelah Al-Qur`anSocialTwist Tell-a-Friend
0 comments:

Post a Comment



Followers

Subscribe



You are Visitor No: